Cerita misteri dirawat hantu
Dering jam beker yang terletak di atas
meja kamar tidurku berdering. Tanda peringatan bahwa suamiku harus minum obat
yang telah diresepkan dokter padanya. Aku selalu tertib merawat suamiku yang
berbaring terkena penyakit asma. “Pak, bangun dulu Pak!, obatnya saatnya
diminum” pintaku pada suamiku. Aku menjadi kaget, ternyata suamiku tidak
sadarkan diri. Jam dua malam itu aku segera membangunkan kedua anakku. “Mas
Anto, Dik Ani…. bangun dulu nak, bapak perlu bantuanmu!” . Kedua ankku terus
bangun
“Ada apa Ma?” tanya keduanya
“Telponkan petugas ambulance Rumah Sakit Daerah Ponorogo ya!, bapak butuh
pertolongan segera”
“Iya Ma” jawab anakku singkat
Aneh!, hanya berselang kurang lebih lima menit mobil yang aku butuhkan itu
sudah tiba di depan rumahku. Padahal jarak antara Pulung desaku, dengan RSUD
Dr. Hardjono ada kurang lebih dua puluh kilo lebih. Aku terdiam sedikit
tercengang. Tapi mau bagaimana lagi, aku disambut dengan ramah oleh dua orang
suster dan seorang sopir yang masih muda.
“Mari Bu, silahkan dampingi Bapak di belakang. Infusnya sudah saya pasang.
Ibu akan ditemani dua orang suster di belakang”
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, terasa aku melihat yang wajar melihat
pemandangan di sepanjang jalan Pulung Ponorogo. Dua orang suster yang menemani
aku tercium parfum yang harum sekali. Wajahnya cantik jelita. Rambutnya
semampai panjang. “Wah, seandainya dia masih bujang bakal aku jodohkan dengan
Anto anakku..” batinku, tapi aku nggak berani mengungkapkan kata-kata padanya.
Tidak beberapa lama aku sudah sampai di ruang UGD. Disana saya segera
mengurus administrasi di loket rawat inap. Dua orang suster dan sopirnya
mengantar aku di sebuah ruangan yang masih asing bagiku. Kira-kira dari UGD ke
arah bagiun timur. Aku melewati lorong-lorong yang ramai. Aku melihat banyak
pasien-pasien yang ditunggui oleh kerabatnya. Suamiku segera masuk di ruang
yang saya lihat bangunan lama atau bangunan kuno.Sepertinya bangunan rumah
sakit peninggalan Belanda. Aku melihat kok ada beberapa dokter berwajah bule di
sana. Terus ada beberapa pasukan tentara Belanda yang keluar masuk bangsal. Aku
terdiam. Aku cubit kakiku… jangan-jangan aku bukan manusia lagi. Aku terdiam
seribu bahasa.
“Bu, silakan masuk , suami ibu sudah berada di kamar Anggrek, dan tas ibu
sudah kami simpan di lemari”
“ooh…oh…iya suster” aku terkejut dan terheran-heran….”Padahal tas saya tadi
aku cangking, lho kok sudah mereka bawa ya?”
Dalam suasana keheranan yang sangat luar biasa, aku segera memasuki kamar,
tempat suamiku dirawat. Aku merasakan kamar yang ditempati suamiku terlihat
luas dan bersih. perawat-perawatnya silih berganti berdatangan memberikan
perawatan. “Ibu dari Pulung ya?” tanya dokter bule kepada saya. “Ya Dok…”
“Suami ibu tidak apa-apa kok. Dan nanti perlu dirawat tiga hari saja kok. Untuk
itu saya minta ibu dan keluarga tidak usah keluar dari ruangan ini. Ibu akan
dilayani oleh suster semuanya. Makanan dan minuman sudah tinggal ambil, cukup
untuk hidup tiga hari…”
Selama tiga hari, kami dimanjakan dengan pelayanan yang sangat istimewa.
Suamiku nampak semakin sehat. Demikian juga anak-anakku mereka nampak santai
tanpa terlihat beban dari raut wajahnya. “Bu, sudah saatnya ibu bisa pulang.
Ini surat rujukan dari dokter, silakan diurus di ruang administrasi” pinta
suster jelita yang selama ini merawat suamiku, dan melayani semua kebutuhanku
di rumah sakit Dr. Hardjono
“Anto, pergilah ke kantor administrasi di depan sana ya?, habis berapa biaya
perawatannya”
“Iya Ma”
Sesampai di depan anakku tekaget-kaget. Semua loket untuk pembayaran
administrasi nampak kosong semuanya. Demikian juga, ternyata rumah sakit
tersebut sudah tidak ada penghuninya sedikitpun. Di sana ada tulisan ‘ Rumah
Sakit Dr. Hardjono sudah pindah sejak September 2012 di Paju Ponorogo, semua
layanan Kesehatan dipindahkan di sana!’
Bulu kudukku merinding. Aku dan keluargaku tercengang. Kamar yang tadinya
luas dan indah, lengkap dengan fasilitas yang menakjubkan, kini terlihat nyata
lengang, kumuh, penuh sarang laba-laba, tidak terawat, dan tanpa perawat.
“Lho ibu dari mana ini?” tanya satpam tiba-tiba
“A…aa..anu Pak, saya rawat inap di Ruang Anggrek!”
Satpam juga tercengang setengah mati. Bulu kuduknya merinding, mulutnya
seakan terkunci rapat sulit mengucapkan kata-kata… Aku dan keluarga bergegas,
malu. Tapi aku bersyukur karena suamiku terlihat sehat wal afiat. “Ma!, terus
siapa ya yang merawat kita tadi?”. “Ah nggak tahu Pa… sudahlah, kita pulang
dulu” kataku sambil meninggalkan RSUD Dr Hardjono yang lama.